Tentang Profesi dan Investasi
Mungkin sekitar 6 tahun lalu, sebagai mahasiswa tanpa arah, saya pernah berbincang dengan saudara saya mengenai profesi dalam pekerjaan. Kemudian saudara saya menjelaskan macam-macam profesi, mulai karyawan, professional, pengusaha atau entrepreneur, sampai investor. Sayapun menyimak dengan baik bahwa menurut saudara saya, hal tersebut merupakan tingkat profesi yang secara umum dan normal dilalui seseorang.
Idealnya, seseorang menjadi karyawan dulu, melakukan pekerjan yang disiapkan untuk dirinya. Kemudian menjadi professional, menentukan sendiri apa yang akan dia kerjakan. Kemudian menjadi pengusaha, membuat, menjalankan, dan membesarkan usaha. Baru kemudian menjadi investor, memberikan modal untuk usaha orang lain. Dengan demikian, seorang profesional tahu apa yang membedakan dirinya dengan karyawan. Seorang pengusaha tahu kenapa dia butuh karyawan dan profesional, dan seperti apa. Dan menjadi seorang investor, setidaknya dia tahu memberikan modal kepada siapa, bagaimana bisnisnya berjalan, dan untuk apa uangnya digunakan.
Maka jika terlepas dari jenis bisnis dan usaha yang dilakukan, karyawan merupakan tingkat terendah, sedang investor merupakan tingkat tertinggi. Sehingga tidak heran semua orang akan lebih bangga menyebut dirinya investor, dari pada karyawan. Setelah itu mereka mulai menghiasi setiap pembicaraan dengan kata "investasi", bahwa itu merupakan hal yang sangat keren untuk dilakukan.
Hanya saja kondisi ideal di atas seringkali tidak dapat diterapkan, bahkan ada saat dimana seseorang tidak membutuhkan kondisi ideal tersebut. Sebagai contoh, dengan menjadi pengusaha, akhirnya seseorang sadar bahwa dia harus belajar hal-hal tentang karyawan dan profesional. Atau dengan menjadi investor, ahirnya dia harus belajar tentang bisnis di dalamnya, bagaimana menilai pengusaha, kapan dan bagaimana dia harus menunggu atau ikut campur di sana.
Kondisi umum lain yang biasa kita jumpai adalah cross position. Sebagai contoh, seorang dokter di Rumah Sakit biasanya juga membuka praktik di rumahnya. Pegawai Negeri Sipil, mungkin juga memiliki pekerjaan sambilan lain di luar jam kerja, atau menjalankan bisnis yang lain. Karyawan di sebuah perusahaan pun demikian, mungkin dia memiliki saham di perusahaan tersebut, dan lain sebagainya. Maka jika kita melihat seseorang memiliki banyak kartu nama yang berbeda untuk masing-masing bidang bisnis yang dia lakukan, sudah menjadi sangat tidak asing.
Namun hal tersebut bukan berarti tanpa konsekuensi, ketika kita membagi prioritas, artinya ada fokus yang terbagi, dan pada akhirnya ada hal yag harus kita relakan supaya mendapat sesuatu yang lain. Apakah itu adalah waktu istirahat, peningkatan tanggung jawab dan kepercayaan di pekerjaan utama, maupun gaya hidup yang harus dikurangi untuk berinvestasi.
Investasi sebenarnya memiliki arti yang sangat luas, yaitu setiap nilai (baik uang atau hal lain) yang kita keluarkan dengan harapan mendapat keuntungan di masa depan. Dengan demikian, kita dapat berinvestasi dalam semua hal, pendidikan misalnya. Kemudian barang, seperti properti, emas, barang-barang koleksi, barang antik, atau barang lainnya yang tidak kita gunakan secara langsung, namun selalu kita rawat dari waktu ke waktu. Tentu saja dengan harapan agar mendapat keuntungan di masa depan. Bahkan sering terjadi juga investasi yang dilakukan untuk memperoleh manfaat immateri, seperti kepercayaan, nama baik, relasi, untuk menciptakan keadaan sosial dan budaya yang lebih baik untuk generasi mendatang, dan lain sebagainya.
Saya tidak akan membahas seharusnya kita berinvestasi dimana, seberapa besar, atau bagaimana caranya sih, karena akan sangat panjang ceritanya. Tapi yang saya ingat dari obrolan dengan saudara saya, menurutnya, dalam berinvestasi kita harus tahu dari A sampai Z tentang apa yang kita investasikan, baik itu kepada siapa, untuk apa, bagaimana berjalan, berapa lama prosesnya, dan seberapa besar keuntungan maupun resikonya, baik yang berupa materi mapupun immateri. Jika dari A sampai Z tadi, ada yang sedikit saja kita tidak tahu, maka kita harus punya kontrol disana. Dapat diartikan juga, kita seharusnya berinvestasi pada sesuatu yang dapat kita jaga atau kita kelola. Karena investasi pada umumnya pun sebenarnya menerapkan pola ini, baik investasi pada bidang usaha, barang, maupun yang lainnya.
Selain hal-hal diatas, investasi yang bisa dibenarkan menurut saudara saya adalah investasi untuk "belajar berinvestasi". Artinya dengan berinvestasi di bidang usaha tertentu, baru kemudian kita belajar tentang bidang tersebut dari A sampai Z, tentang seperti apa bidang usaha yang cocok, tentang bagaimana bisnis tersebut berjalan, tentang kepada siapa kita harus percaya dan bergantung, tentang bagaimana kesalahan bisa terjadi, tentang resiko dari semua itu, dan lain lain sebagainya. Karena tujuan dari investasi tersebut adalah belajar, maka profit bukanlah soal utama. Dan tentu saja alokasi dana yang digunakan juga adalah dana belajar. Pengalaman disana yang akan mengajarinya untuk berinvestasi dengan lebih baik di kemudian hari.
Dengan demikian, akan menjadi wajar jika anak seorang konglomerat bisa berinvestasi ratusan juta bahkan mungkin milyaran di usia muda mereka, tanpa pengalaman terjun di usaha tersebut, dan tahu dari A sampai Z nya. Karena alokasi dana yang dia miliki untuk belajar dan melakukan kesalahan memang sebesar itu. Kita, rakyat jelata, tentu punya kesempatan belajar juga, dengan kemampuan dan areanya masing-masing. Ketika semua yang kita lakukan adalah untuk tujuan belajar dan mengembangkan diri, maka disitulah investasi kita.
Investasi dan kata-kata yang mendapinginya memang selalu keren. Banyak sekali jargon seperti "biarkan uang bekerja untuk anda", "belilah barang ini untuk investasimu, sepuluh tahun kedepan nilainya sudah sepuluh kali lipat", "tanam uang disini, kamu pasti untung", atau "percayakan uangmu pada kami, untuk memperoleh masa depan yang lebih baik". Namun, menurut saya sangat tidak bijak jika hanya didasari karena ikut-ikutan, atau pengen terlihat keren saja. Apalagi jika sampai mempertaruhkan kebutuhan hidupnya untuk itu, tanpa pengetahuan maupun kontrol disana.
Oleh karena itu, saya setuju dengan saudara saya, bahwa investasi bukanlah tentang seberapa menguntungkannya dalam waktu seberapa cepat. Tapi tentang seberapa paham kita pada hal yang kita investasikan, dan tujuan dari berinvestasi di sana. Kita dapat berinvestasi setiap saat, dalam bentuk apapun, selama kita sadar bahwa yang kita lakukan adalah sebuah investasi, yang pasti akan berbeda-beda bentuk dan besarnya sesuai dengan kemampuan kita. Dan menurut saya, profesi apapun yang kita lakukan saat ini juga merupakan investasi. Selalu melakukan yang terbaik adalah modalnya, dan kemampuan memikul tanggung jawab yang semakin besar adalah hasilnya. Semakin lama kita melakukannya, tentu semakin besar juga hasil yang yang dapat kita nikmati.